Opini Publik : Soroti Pentingnya Afirmasi Khusus Untuk Wilayah Timur (NTT), Kita Berharap Kapolri Tinjau Kembali Nama-nama Taruna Nondaerah NTT Yang Lulus Akpol
Oleh: Eka Blegur
Berbagai media sosial dan grup WhatsApp diramaikan dengan gelombang protes dan hujan sindiran terkait pengumuman nama-nama calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol) dari panitia daerah Polda NTT untuk tahun 2024. Dari 11 nama yang diumumkan, katanya hanya satu yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Sehingga hal ini memicu pertanyaan tentang objektivitas dan keadilan dalam proses seleksi.
Hal ini berujung Beredar sebuah ungkapan atau kata menarik yang muncul di media sosial/publik adalah NTT = Nusa Tempat Titip, ini mencerminkan ironi bahwa penduduk NTT seringkali merasa diabaikan atau dianggap hanya sebagai tempat "titipan" dalam berbagai konteks, atau bisa juga dari ke-10 nama yang lulus seleksi itu diduga merupakan anak "titipan" dari keluarga Kapolda NTT dalam proses seleksi seperti ini untuk meluluskan mereka.
publik menjadi gaduh pasca pengumuman hasil kelulusan Calon Taruna (Catar) Akademi Kepolisian (Akpol) di Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tanggal 3 Juli 2024.
Kegaduhan itu lantaran dari 11 Catar Akpol Polda NTT yang lulus seleksi tersebut, terdapat satu Catar Akpol itu, putra asli daerah NTT. Sementara Catar Akpol lainnya disebut-sebut publik jika mereka berasal dari luar daerah Provinsi NTT.
Hal itu dapat dilihat dari marga asal 11 Catar Akpol itu. Disinyalir ada empat orang Catar berasal dari Sumatera Utara (Sumut) bahkan ada anak Kapolda NTT Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga.
Kita lihat dalam sejumlah postingan di publik juga menyoroti perbandingan dengan naturalisasi di bidang olahraga, menyoroti bahwa seleksi taruna Akpol seharusnya tidak hanya mempertimbangkan asal daerah tetapi juga meritokrasi atau kelas sosial yang adil.
Saya merasa prihatin dengan keluarnya nama-nama ketidak lulusannya putra daerah NTT yang mengikuti tes seleksi Akpol. sementara yang lulus tes tersebut orang-orang asal daerahnya Daniel Tahi Monang Silitonga Selaku Kapolda NTT yang mendominasi, nama-nama tersebut disorot netizen lantaran dianggap mayoritas bukan putra asli NTT melainkan disebut bermarga Batak. sehingga patut diduga Kapolda NTT turut berperan untuk meloloskan anak-anak asli daerah asalnya.
Dalam pendapat hukum saya, bila ini terjadi maka patut diduga kuat dugaan tindak pidana diskriminasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
Dalam pasal 4 huruf a UU 40/2008 dijelaskan bahwa yang dimaksud Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Penjelasan pasal 4 huruf a UU 40/2008 dijelaskan bahwa Pembatasan dalam ketentuan ini, misalnya pembatasan seseorang dari ras atau etnis tertentu untuk memasuki suatu lembaga pendidikan atau untuk menduduki suatu jabatan publik hanya seseorang dari ras atau etnis tertentu.
Saya juga menduga dalam proses seleksi Kasis Akpol asal Polda NTT tidak objektif dan tidak adil. bila benar dari 11 nama tersebut, 10 di antaranya adalah orang yang sesuku atau satu daerah dengan Kapolda NTT maka bisa saja ini juga merupakan tindakan nepotisme yang terjadi.
Lalu kemudian pertanyaannya apakah panitia daerah Polda NTT melibatkan pengawas eksternal sejak awal dalam proses seleksi taruna Akpol tahun ini ataukah tidak? yang mungkin menjadi faktor dalam ketidakpuasan yang dirasakan oleh masyarakat. Sehingga bahwa yang saya tauh biasanya proses seleksi ini dilakukan dengan transparan dan akuntabel serta melibatkan pengawas internal dan eksternal.
Berkaitan dengan fenomena yang tengah ramai dibahas oleh masyarakat NTT Publik, pendapat saya persoalannya adalah terkait akuntabilitas dan transparan dalam seleksi yang layak digugat dan dikaji, didiskusikan serta harus dijawab dengan serius oleh panitia seleksi.
Demikian rasa keadilan publik harusnya didengar dan diakomodasi. sehingga tugas dan tanggungjawab panitia adalah menjelaskan ke publik alur proses dan mekanisme dari sejak awal pencalonan. hal Ini mesti dilakukan agar kasus ini tidak menjadi isu liar dan publik tidak termakan dengan opini miring yang dibangun.
Kemudian di situ kita lihat nonputra daerah yang lolos itu 10 orang, sementara putra daerah NTT 1 orang, bisa jadi putra daerah NTT yang mengikuti tes seleksi itu nilainya lebih tinggi dari Nonputra daerah. sehingga menimbulkan protes, kalau putra daerah itu nilainya rendah yah mungkin bisa dipertimbangkan dan hal ini juga perlu di perhatikan dan dijelaskan oleh Panitia.
Publik juga perlu menyoroti pentingnya afirmasi khusus untuk wilayah Timur Indonesia, hal ini sebagaimana yang sering ditekankan oleh Presiden Indonesia Jokowi Dodo dalam upaya mengurangi disparitas antara wilayah Barat dan wilayah Timur. sehingga kita berharap suara masyarakat NTT perlu dan harus didengar oleh Kapolri agar hasil seleksi dapat ditinjau kembali demi memastikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kita juga berharap Senior-senior kita asal NTT yang berkompeten di bidang Hukum segera mengkaji dan menggugat ke Lembaga yang menangani, harus dapat bertindak cepat, jika terpenuhi unsur-unsur dugaan Tindak Pidana beserta alat buktinya, Kapolda NTT beserta oknum-oknum yang berkepentingan harus diberikan Sanksi yang berat.